(Arrahmah.com)
Sebelum menjadi muslim, Yusuf Estes atau Joseph Edward Estes adalah seorang pendeta dan pebisnis alat musik.
SEBELUM MEMELUK ISLAM
Saya memeluk Islam sekitar 20 tahun yang lalu, karena sesuatu yang sangat istimewa.
Sebelum memeluk Islam, saya selalu mengajak orang untuk masuk Kristen.
Saat itu, kemana pun saya pergi, saya selalu membawa Bible, berkalungkan salib, bahkan saya mengenakan topi bertuliskan Yesus is Lord (Yesus adalah Tuhan).
Saat itu, saya sangat penuh gairah untuk menyampaikan pesan yang saya pikir orang perlu tahu. Pesan tentang cinta kasih, pesan tentang perdamaian, dan pesan agar menjadi orang baik. Jadi saat datang hari penghabisan (kiamat), mereka sudah siap untuk itu.
Keseharian saya sebelum masuk Islam, diisi dengan dua hal. Bekerja keras dalam berbisnis untuk mendapatkan uang, dan bekerja keras memberitahu orang tentang Yesus dan perdamaian.
Saya dulu mempunyai gambaran yang sangat buruk tentang Islam dan Muslim. Saya begitu takut untuk bertemu dengan orang Islam. Jadi ketika ayah saya mengatakan bahwa ia akan bermitra bisnis dengan seorang muslim, saya bilang: “Tidak! Orang ini muslim, mereka teroris, mereka pembajak, mereka penculik, bahkan mereka tidak percaya pada Tuhan. Mereka menyembah kotak hitam di gurun (Ka’bah) dan mereka mencium tanah lima kali sehari.”
Begitulah cara pandang saya terhadap Islam, anggapan yang sangat buruk, dan pandangan yang buruk tentang bagaimana mereka memperlakukan wanita dan anak-anak.
BERTEMU DENGAN MUSLIM UNTUK PERTAMA KALINYA
Ketika saya bertemu pertama kali dengan seorang Muslim, saya sangat terkejut karena saya sebelumnya membayangkan dia menggunakan baju panjang, dengan tali hitam melilit di pinggangnya, dan sorban besar di kepalanya, dan dia memiliki satu alis mata yang memanjang (yang seram), mungkin membawa pedang yang panjang dan tajam, dan mungkin sesuatu seperti pisau tajam. Saya tidak tahu.
Tapi ketika saya bertemu dengan orang itu, saya sangat terkejut. Dia memakai baju yang biasa dipakai orang lain, dan terlihat seperti orang pada umumnya. Bahkan ia tidak berjanggut lebat, dia menggunakan topi karena kepalanya botak. Dia menyenangkan, benar-benar orang yang menyenangkan.
Seketika itu, saya berpikir bisa mengubahnya menjadi seorang Kristen. Itu yang ada dalam pikiran saya: Saya akan menjadikannya menjadi Kristen. Tetapi ternyata Allah SWT memiliki rencana lain.
Salah satu yang benar-benar membuat saya terkagum-kagum dengan perilakunya. Pria itu pendiam, lemah lembut, pemurah, dan yang mengagumkan adalah cara dia setiap hari dia menjalankan shalat lima waktu. Dia melakukannya lima kali setiap hari. Tepat waktu.
Dia mengatakan: “Mohon izin, saya akan segera kembali”.
Dia kemudian pergi dan berwudhu. Kemudian Allahu akbar, salam, doa, dan kembali ke kami, dan mulai bekerja kembali. Setiap hari, kecuali satu hari dalam sepekan. Di hari Jum’at dia hentikan semuanya.
Dia katakan: “Saya akan kembali dalam dua jam.”
Setelah siap, dia pergi ke Masjid, melakukan shalat (Jum’at) di sana, kemudian kembali, dan diperlukan waktu hampir setengah jam untuk mencapai Masjid. Itulah kenapa dia meminta istirahat selama dua jam. Tetapi dia tetap kembali dan bekerja lagi dengan saya.
Pria itu bekerja tujuh hari dalam sepekan, tetapi dia berhenti bekerja untuk menjalankan ibadah.
Yang mengagumkan lagi, dia suka berpuasa di hari senin dan juga Kamis. Bila ditawarkan sesuatu, dia berkata: “Saya berpuasa”.
Satu hal yang mengagumkan tentang dia, bahkan ayah saya juga mengatakannya, adalah tentang kejujurannya. Setiap kali terjadi transaksi bisnis, apapun itu, dia selalu meyakinkan bahwa pelanggan mendapatkan layanan yang baik. Apa pun yang dia jual dan dipastikan pelanggan mendapatkan barang sesuai yang dijanjikan, kemudian follow up untuk memastikan apa yang terjadi selanjutnya (setelah barang diterima). Itu yang mengagumkan, dan kami benar-benar takjub.
DIALOG TENTANG TRINITAS
Suatu hari, saya berusaha untuk memurtadkannya. Dia bertanya tentang Bible (Injil). Saat itu sedang ada pendeta Katolik yang tinggal di rumah saya. Bible yang saya miliki berbeda dengan Bible milik ayah saya, dan berbeda pula dengan Bible miliki pendeta Katolik.
Kami mulai membicarakannya (Bible) satu dengan yang lain, kemudian mulai muncul perdebatan. Selama perdebatan, muslim itu hanya duduk tenang di sana.
Kemudian kami bertanya: “Berapa banyak versi Al-Quran?”.
Dia menjawab: “Hanya satu. Dan tetap dalam Bahasa Arab, semua persis sama, tidak ada yang hilang. Tidak ada kata yang hilang, tidak ada huruf yang hilang, bahkan hingga ke tanda titik.”
Kemudian muncul ide dalam diri saya “mari kita bicarakan tentang Tuhan.”
Saat mulai membicarakannya, dia bertanya tentang Trinitas: “Dapatkah anda menjelaskan, bagaimana mungkin 3 menjadi 1? Berikan contoh.”
Tapi tidak satupun dari kami yang bisa menjelaskannya.
Ketika kami tanya dia: “Bagaimana kamu menjelaskan tentang Tuhan?”
Dia katakan: “Oh itu sangat sederhana. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an Surah Al Ikhlas:
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤
Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
KETIKA HIDAYAH DATANG
Dan anda tahu? Argumentasinya sangat kuat sehingga kami sangat terkesima. Luar biasa. Ayat-ayat itu (Surah Al-Ikhlas) memiliki arti yang sangat indah, bila seseorang tahu, bila mereka bener-benar tahu Allah SWT itu Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Dia menjaga segalanya. Dan dia tidak memiliki Ayah, tidak punya anak, tidak punya kerabat, tidak punya sepupu, tidak punya paman, dan Dia tidak bergantung pada apa pun. Dia Ahad.
Sebenarnya pernah dalam kehidupan saya, ketika saya begitu terlibat dalam kekeristenan dan saya pikir itu adalah segalanya, saya mulai menemukan ada kesalahan pada Bible. Kesalahan yang serius. Dan itu mulai membuat saya ragu. Bukan ragu tentang Tuhan. Tidak. Tapi ragu terhadap Bible dan bagaimana dengan istilah Kristen. Seseorang dikatakan Kristen jika dia mengikuti Yesus Kristus. Tapi apakah Yesus sendiri mengatakan dia Kristen? Sebenarnya saya temukan di Bible, tidak pernah disebutkan Kristen.
Hal lain yang pria itu katakan pada saya bahwa: “Kami Muslim, percaya pada Yesus (Isa ‘alaihissalaam).”
Kata saya: “Apa???”
Yang saya tahu Yahudi percaya pada Adam, Ibrahim, Ishaq, Ismail, Sulaiman, Daud. Mereka percaya pada perjanjian lama, tapi mereka tidak percaya Yesus. Tidak sebagai Rasul, tidak sebagai anak Tuhan, tidak pada kemukjizatannya, tidak satu pun. Jadi bagaimana mungkin Muslim percaya pada Yesus?
Lalu dia katakan: “Ya, kami menyebutnya Isa.”
Saya katakan: “Ok, itu sama dengan Yahudi. Yoshua.”
Dia katakan: “Anda tahu? Kami percaya dia memiliki mukjizat. Ia memperolehnya dengan seizin Allah SWT. Dan kami tahu ia telah menunjukkan kemukjizatannya sejak lahir. Ia bisa berbicara saat masih bayi. Isa ‘alaihissalaam berbicara saat baru lahir dan mengatakan pada orang-orang bahwa ia adalah Rasul dan ia membawa misi.”
Lalu saya bertanya: “Ok, apa yang kamu percaya tentang Yesus? Kami menyebutnya ia anak Tuhan. Bagaimana pendapat kamu?”
Dia katakan: “Kami menyebutnya anak laki-laki dari Maryam.”
Menurut saya masuk akal. Benar ia anak laki-laki Mary (Maryam).
Dia katakan: “Dengan cara ini kami tidak perlu untuk mencoba menjawab isu masalah anak Tuhan. Kemudian tentang Allah. Allah memiliki anak? ‘Audzubillah…”
Hal ini membuat saya berpikir, Muslim percaya pada begitu banyak, hampir semua, tetapi mungkin sedikit berbeda.
Kemudian saya tanya: “Apa lagi yang anda percayai?”
Dia katakan: “Kami percaya ia tidak mati, ia bersama Allah dan akan datang di hari penghabisan.”
Ya Tuhan, orang ini akan mudah saya murtadkan saat ini juga.
Tetapi kemudian, terjadi sesuatu. Terjadi sesuatu yang besar.
Di suatu malam, ketika saya memikirkan tentang Islam dengan sungguh-sungguh, saya dapati pendeta Katholik yang tinggal di rumah saya masuk Islam. Saya tidak percaya! Saya katakan kepada istri saya. Tetapi saya dapati, istri saya juga sudah masuk Islam! Saya merasa terguncang. Jadi saya ingin berbicara dengan pria itu lagi, sekali lagi.
Kemudian, kami berjalan berkeliing di luar rumah pada malam hari. Saya bertanya pada dia tentang bisnis, keluarga, orang-orang yang saya kenal, jemaat saya, tentang bible, Al-Quran. Banyak pertanyaan, karena saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan.
Saya berharap dia mengatakan pada saya: “Kenapa Anda tidak masuk Islam? Kenapa Anda tidak menjadi Muslim?”
Lihat, betapa bijaksanya pria itu. Dia katakan: “Ini bukan tentangmu dan saya, ini bukan urusan dirimu dengan istrimu, atau dirimu dengan ayahmu, atau dirimu dengan jemaatmu. Ini urusan antara Anda dengan DIA. Jadi bicaralah dengan-Nya.”
Lihat, orang ini dia tidak mengatakan: “Saya mau anda diberi petunjuk oleh saya”. Tidak. Tapi dia mengatakan: “Saya mohon agar Allah memberi anda petunjuk”
Dia pasrahkan apa yang Allah kehendaki, dan dia berdoa untuk itu.
Kemudian dia pergi dan shalat. Saat ia shalat, saya letakkan kening saya ke tanah dan berdoa: “Tuhan, bila Engkau ada di sana, beri saya petunjuk.”
Ketika saya mengangkat kepala saya, saya tau, saya tahu ada Tuhan di sana. Dia Esa. Tidak ada Tuhan selain-Nya, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya sadari bahwa Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalaam adalah Nabi penutup dan yang terakhir. Saya harus mengikutinya. Saya harus mengikutinya. Tidak ada pilihan lain, tidak ada jalan lain, hari ini atau tidak akan pernah lagi.
(fath/arrahmah.com)